MAKALAH
TANGGUNG JAWAB PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS
(Definisi, Kajian
Historis dan Pemahaman Teks Hadits)
Tugas Mata Kuliah
HADITS TEMATIK
Dosen Pengampu:
Dr. Nasrullah, M.Ag
DISUSUN OLEH :
NIM : 2017530425
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Tugas dan tanggung jawab mendidik anak manusia
pada
dasarnya ada
pada orang
tuanya, namun karena beberapa keterbatasan yang dimiliki orang tua, maka tugas ini
kemudian diamanatkan
kepada pendidik/guru di
sekolah
(madrasah), masjid, mushalla, dan lembaga pendidikan lainnya.
Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang
tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi” (H.R Bukhari)[1]
Oleh karena itu, hubungan antara pendidik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat adalah
sangat terkait dalam
rangka mengembangkan
semua potensi yang dimiliki anak didik menuju perkembangan yang optimal. Ketiganya mempunyai tanggung jawab yang sama besar dan implikasi moral yang sangat strategis
dalam mewarnai karakter peserta didik.
Dalam makalah ini, penulis hendak memaparkan mengenai tanggung jawab pendidik dalam perspektif hadits (Definisi, Kajian Historis
dan Pemahaman Teks Hadits).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari tanggung jawab ?
2.
Apakah
pengertian dari pendidik ?
3.
Apakah
pengertian tanggung jawab pendidik di dalam islam?
4.
Bagaimanakah tanggung jawab pendidikan dalam kajian historis?
5.
Bagaimana
pemahaman teks hadits tentang tanggung jawab pendidik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI TANGGUNG JAWAB PENDIDIK DALAM
PERSPEKTIF HADITS
1. PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB
Tanggung
jawab menurut W.J.S Poerwadarminta adalah keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya artinya jika ada suatu hal boleh dituntut, dipersalahkan,
diperkarakan dan sebagainya.[2] Tanggung
ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan bertanggung jawab
dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan “ suatu sikap seseorang yang
secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani
memikul segala resikonya”.[3]
2. PENGERTIAN PENDIDIK
Pendidik yang merupakan
berasal dari kata didik, mendidik, memelihara dan memberi latihan (ajaran)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[4] Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah
orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa
Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim
dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor,
lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya. Sedangkan Pendidik dalam
perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif,
maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[5]
Dikutip dari Abudin Nata, pendidik secara fungsional
menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa
saja dan dimana saja. Pendidik dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu
disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan
lain sebagainya.[6]
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik dalam
pandangan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
jasmani maupun rohani peserta didik agar mencapai kedewasaan, sehingga ia mampu
menjalankan tugas-tugasnya sebagai manusia yang sesuai dengan ajaran islam.
Dari
dua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tanggung jawab pendidik
adalah kewajiban menanggung memelihara dan memberi latihan berupa pengajaran
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dan sudah menjadi sebuah keniscayaan
bahwasanya diantara karakter seorang pendidik adalah memiliki sifat tanggung
jawab.
B.
KAJIAN HISTORIS TENTANG
TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
Menurut Ahmad
D. Marimba (1989)
pendidik adalah orang yang
memikul
tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia
dewasa yang karena
hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan
anak didik. Abuddin Nata (1997) menyebutkan, pendidik secara fungsional menunjukan
kepada seseorang yang melakukan
kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Secara singkat Ahmad Tafsir (1994) mengatakan, pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan
perkembangan seluruh potensi anak
didik, baik potensi
afektif, kognitif, maupun psikomotorik.[7]
Dalam
pandangan Al-Ghazali, seorang pendidik merupakan orang tua; pewaris para Nabi; pembimbing; figur sentral; motivator (pendorong); orang yang semestinya memahami
tingkat kognisi (intelektual) peserta didik, dan
teladan
bagi
peserta didik. Al-Ghazali menganggap bahwa mendidik adalah
pekerjaan
yang
paling mulia. Ia berkata bahwa seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, dialah yang dinamakan orang besar di bawah kolong langit ini. Ia
bagai
matahari
yang mencahayai orang lain,
sedang ia
sendiripun bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain, ia sendiripun harum.[8]
Lebih jauh lagi, Al-Ghazali mendefinisikan pendidik sebagai orang yang bertugas menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.[9]
Pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan
Islam
pada hakikatnya adalah mereka yang
melaksanakan tugas dan
tanggung
jawab
mendidik. Dalam Islam, pengertian mendidik tidak hanya dibatasi
pada terjadinya interaksi
pendidikan
dan pengajaran antara guru dan peserta didik di muka kelas,
tetapi mengajak, mendorong dan
membimbing orang
lain
untuk memahami dan
melaksanakan
ajaran Islam merupakan
bagian dari aktivitas pendidikan Islam.[10]
Berdasarkan pengertian di
atas, maka dapat pahami bahwa pendidik dalam
perspektif pendidikan
Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan
sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaanya, baik sebagai khalifah maupun ‘abd sesuai dengan nilai-nilai ajaran
Islam. Oleh karna itu, pendidik dalam
konteks ini bukan hanya terbatas
pada orang-orang yang bertugas di
sekolah, tetapi keluarga
dan masyarakatpun ikut berkiprah. Secara umum mendidik ialah membantu anak-anak
didik di dalam perkembangan dari daya-daya dan di dalam penetapan nilai-nilai.
Bantuan dan bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak
didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga,
sekolah maupun masyarakat.
Menurut Mendikbud Anies Baswedan, Pendidikan
memang tanggungjawab negara secara konstitusional. Tapi secara moral adalah
tanggung jawab kita dan interaksi antarpelaku pendidikan sangatlah penting. Dan
pelaku pendidikan ini tidak hanya mereka yang berasal dari rumah dan sekolah,
tapi juga dari masyarakat.[11]
1. Orang tua
sebagai pendidik
Artinya: “Setiap
bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang
menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi”(H.R Bukhari).[13]
Hadits
di atas menunjukkan bahwa orang tua wajib bertanggung jawab atas segalanya dari
kelangsungan hidup anak-anak mereka. Karenanya tidaklah diragukan bahwa
tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul pada orang tua. Untuk itu, pelaksana pendidikan
terhadap anak didik
dapat
dilakukan sejak
anak
masih dalam
kandungan. Beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua dalam rangka pengembangan fitrah anak
didik adalah meliputi pendidikan
jasmani atau
kesehatan, pendidikan
akhlak atau moral, pendidikan intelektual
(akal), pendidikan
psikologikal dan emosi, pendidikan agama, dan pendidikan sosial.
2. Guru sebagai Pendidik
Sekolah merupakan institusi
kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk potensi intelektual atau pikiran
anak didik, menjadi cerdas. Secara terprogram dan koordinatif,
materi pendidikan dipersiapkan untuk dilaksanakan secara metodis, sistematis, intensif, efektif, dan efesien menurut ruang dan waktu yang
telah ditentukan. Jadi penyelenggaraan pendidikan
dilaksanakan menurut
metode dan sistim yang jelas dan konkret.[14]
Pencerdasan tersebut dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan mengenai reading (membaca) writing (menulis) dan
arithmatics (berhitung). Untuk itu, materi
pendidikan diorganisasi dalam bentuk kurikulum, yang kandungan isinya meliputi masalah tentang
kealaman,
sosial-kemanusiaan, moral-keagamaan menurut perbandingan
yang disesuaikan dengan kebutuhan. Sosok yang ditugaskan
untuk menjalankan seluruh perangkat sekolah tersebut demi pencapaian tujuan pendidikan
pada seorang anak didik adalah guru.[15]
Sebenarnya seorang pendidik bukanlah bertugas sebagai transfer
of knowledge saja, tetapi
pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah, fasilitator dan perencana. Oleh
karna itu fungsi
dan
tugas
pendidik setidaknya mencakup tiga hal: Pertama, sebagai
pengajar (instruksional) yang bertugas
merencanakan program pengajaran
dan melaksanakan
program yang telah disusun serta mengakhiri dengan
pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. Kedua, sebagai
pendidik
(educator) yang mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah mencipatakannya. Ketiga, sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin mengendalikan diri sendiri, anak
didik
dan masyarakat
terkait
upaya
pengerahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengontrolan
dan partisipasi atas program
yang dilakukan.[16]
3. Masyarakat sebagai Pendidik
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lapangan pendidikan ketiga setelah
keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika
anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah. Dengan demikian, pengaruh pendidikan di masyarakat tampaknya lebih luas.[17]
Dalam hal ini, masyarakat sebagai
pendidik; maka seluruh masyarakat bertanggung jawab terhadap terhadap penanaman nilai kebaikan,
untuk kemudian bisa
menumbuhkembangkan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan sosial.[18]
Adapun peran Masyarakat terhadap pendidikan anak adalah
sebagai
berikut:
1. Mendirikan dan
membiayai sekolah.
2. Mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan
masyarakat.
3. Masyarakat ikut menyediakan tempat pendidikan.
4. Masyarakat menyediakan berbagai sumber untuk sekolah. mengenai suatu masalah yang sedang dipelajari anak didik. seperti petani, dokter, polisi, dan lain-lain.
5. Mendukung dan siap sedia menjadi partner yang mempermudah
proses
pendidikan yang ada di lingkungannya.[19]
C. PEMAHAMAN TEKS
HADITS TENTANG TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
1. HADITS
TENTANG KEDUDUKAN PENDIDIK
Artinya : Sesungguhnya
Para ulama itu adalah pewaris para nabi.
(HR. Bukhari - Muslim)
PEMAHAMAN TEKS HADITS:
-
Dari beberapa hadis dapat
dilihat bahwa Nabi Muhammad SAW juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia
dan terhormat. Dia menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara
makna ulama adalah orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam,
pendidik termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi.[20]
-
Hadis di atas juga
menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan perhatian yang besar terhadap
”pendidik” sekaligus memberikan posisi terhormat kepadanya. Hal ini beralasan
mengingat peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap
konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang dibawa oleh Rasulullah
SAW. Kemudian ada pula hadits yang menjelaskan bahwa kedudukan orang ‘alim itu
lebih unggul dibanding ‘abid. [21]
Artinya : Dari Abu
Darda’ berkata, Rasulullah saw bersabda: “keutamaan seorang yang berilmu
(pengajar) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan bulan purnama
atas semua bintang”. Sesungguhnya ulama (orang berilmu) adalah pewaris para
nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka mewariskan
ilmu. Barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang sempurna. (H.R Tirmizi).
PEMAHAMAN TEKS HADITS
Artinya:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jika
manusia mati, terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal, yaitu: sadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat (diamalkan/ diajarkan), dan anak saleh yang
selalu mendo’akannya”. (H.R Muslim).
PEMAHAMAN TEKS HADITS:
Mengajar berarti berinfestasi untuk menabung
pahala, karena hadis kedua menyebutkan ilmu yang bermanfaat (diajarkan)
pahalanya tidak terputus walaupun telah meninggal.
Artinya:
Dari Abu Darda’ berkata: Rasulullah saw bersabda: “Akan
ditimbang pada hari kiamat nanti, tinta ‘ulama (para pendidik) dengan darah
syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama disbanding dengan darah
syuhada”. (H.R. Ibnu Najar).
PEMAHAMAN TEKS HADITS
Jika ilmu yang diberikan seorang pendidik mendatangkan manfaat walaupun
orang lain yang mengamalkan diaakan mendapat tambahan pahala atas ilmu yang
member manfaat tersebut. Bahkan setiap yang digunakannya dalam mengajar akan
ditimbang dengan darah para syuhada.[23]
2. HADITS
TENTANG ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK UTAMA
Artinya:
“Setiap bayi yang dilahirkan itu di
atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani
atau majusi”(H.R Bukhari).[24]
PEMAHAMAN TEKS HADITS
Setiap anak telah memiliki fitrah sejak ia dilahirkan
atau suatu potensi yang telah ada di dalam dirinya, orang tuanyalah yang
memiliki tanggung tawab untuk mendidik dan menjadikan anaknya seperti apa
tergantung kepada kedua orang tuanya. Potensi anak itu sangat bersih bagaikan
suatu kertas putih yang belum tercorat-coret oleh tinta. Sebagaimana yang
dikatakan Imam Ghazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin, mengibaratkan
anak sebagai permata indah (Jauhar) yang belum diukir, dibentuk dengan ke dalam
suatu rupa. Permata itu merupakan amanat Allah yang dititipkan kepada para
orangtua. Karena itu, menurut Al-Ghazali, orang tua harus memperhatikan
fase-fase perkembangan anaknya dan memberikan pendidikan yang memadai sesuai
dengan fase yang ada agar permata yang diamanatkan kepadanya dapat dibentuk
rupa yang indah. Apalagi untuk zaman sekarang orangtua sangat berperan penting
dalam mendidik anaknya, sebelum anaknya itu dimasukan ke sekolah atau anak itu
melihat dunia luar yang sangat bebas. Karena dasar tempat pendidikan utama
adalah rumah dan pendidiknya adalah semua orang-orang yang ada dalam rumah anak
tersebut terutama orang tua (Ibu Bapaknya). Disinilah peran orang tua sangatlah penting bagi anak dalam segala hal
kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan bagi anaknya. Karena orang tua
merupakan sekolah pertama bagi anaknya dan secara kodrati suasana dan
strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Dan
karena orang tua, sifat dan kepribadian anak itu terbentuk.[25]
3. HADITS TENTANG
TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
Artinya:
“Setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinannya: maka
seorang imam adalah pemimpin dan dia
bertanggung jawab atas kepemimpinanya, seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan dia
bertanggung jawab atas kepemimpinanya,
perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab
atas kepemimpinannya, pembantu adalah pemimpin/ penanggung jawab terhadap harta tuanya dan dia
bertanggung jawab atas kepimimpinanya, seorang anak adalah pemimpin terhadap harta
ayahnya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinanya, maka setiap kamu
adalah pemimpin dan setiap kamu
bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.
PEMAHAMAN TEKS HADITS
Dari hadits dapat dipahami bahwa tanggung
jawab merupakan kewajiban individu sebagai hamba Allah yang kepadanya
dititipkan amanat untuk menjadi pemimpin atau penguasa, baik pemimpin dirinya sendiri maupun pemimpin
terhadap apa dan siapapun yang menjadi tanggung jawabnya. Tanggung jawab
merupakan suatu kondisi wajib menanggung sesuatu sebagai akibat dari keputusan
yang diambil atau tindakan yang dilakukan aapabila terjadi sesuatu dapat
dipersalahkan, tanggung jawab juga dapat diartikan sebagai suatu kesediaan
untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya terhadap tugas yang di amanatkan kepadanya,
dengan kesediaan menerima segala konsekuensinya. Apabila kedua orang tua
menjadi penanggung jawab utama pendidikan anak ketika dia diluar pendidikan
formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan penaggung jawab utama
pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di
sekolah, karena tanggung jawab merupakan
konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru
dan pendidikan di lingkungan sekolahnya.[26]
Artinya:
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw
bersabda:”Diantara kewajiban orang tua terhadap anaknya ada tiga, yaitu:
memberinya nama yang baik jika lahir, mengajarkan kitab (al-Qur’ân) kepadanya
jika telah mampu (mempelajarinya), dan menikahkannya jika telah dewasa”. (H.R.
Hakim)
Artinya:
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata:
Rasulullah bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur 7
tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam
tempat tidurnya” (H. R Abu Daud).
Dan Hadits yang lain yang Artinya:
“Rasulullah bersabda, didiklah anak-anak
kalian atas 3 perkara; mencintai nabi, mencintai keluarga nabi, dan mencintai
membaca Al-Qur’an”. (H.R. al- Tabrani)
PEMAHAMAN TEKS HADITS DI ATAS (1,2,3)
Anak
adalah amanat dari Allah swt. Konsekuensinya bahwa amanat itu mesti dijaga.
Salah satu bentuk menjaga dan memelihara anak sebagai amanat Allah adalah
mendidiknya. Ironisnya, sekarang para orang tua menilai bahwa pendidikan
anaknya adalah tanggungjawab guru di sekolah. Padahal pertemuan anak didik
dengan pendidiknya di sekolah terbatas oleh waktu. Oleh karena itu dalam islam,
orang tua tidak bisa berlepas tangan dari tanggung jawab mendidik anaknya.
Orang tua adalah pendidik pertama. Hal ini dicontohkan ketika anak dalam
kandungan islam mengajarkan agar banyak membacakan surat Yusuf misalnya, atau
ketika lahir diadzani dan diqomati. Bagaimana masa depan seorang anak akan
terkait dengan pendidikan yang diberikan orang tuanya. Anak bisa menjadi orang
yang saleh atau salah tergantung perhatian orang tua terhadap pendidikan yang
diberikan kepada anaknya.
Realisasi orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anaknya
adalah melalui cara mendidik anaknya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, yaitu:
1. Pendidikan
tentang ibadah
2.
Sejarah dan kecintaan terhadap Rasulullah
3.
Pendidikan tentang akidah yang benar
4. Pendidikan
tentang tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban
dan menghargai hak orang lain.
Tentu bukan hanya sekedar itu, karena cakupan ilmu itu luas. Namun jika
kita perhatikan, ketiga hadis tersebut bersentuhan langsung dengan kewajiban
orang tua untuk mendidik anaknya. Indikasinya, dalam hadis tesebut
menyinggung-nyinggung kata Ø£َÙˆْلاَدَ atau َØ£َبَÙˆَاه dan ketiga hadis tersebut nampaknya sudah
mewakili tiga komponen jenis pendidikan, yaitu: kognitif, afektif, dan
psikomotorik.[27]
Artinya: “Sampaikanlah olehmu sekalian dariku meski hanya
satu ayat (al-quran)”(HR. Bukhari)
PEMAHAMAN TEKS HADITS DI ATAS
Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyampaikan perkara agama dari beliau,
karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan agama ini sebagai
satu-satunya agama bagi manusia dan jin (yang artinya), “Pada hari ini telah
kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah
aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3). Tentang sabda
beliau, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”, Al Ma’afi An Nahrawani
mengatakan, “Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera untuk menyampaikannya, meskipun hanya
sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat
segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.” Hal ini sebagaimana sabda
beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada
yang tidak hadir”. Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu
kifayah.
Artinya:
Sebaik – baik kalian adalah orang yang belajar Al-qur’an
dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)
PEMAHAMAN TEKS HADITS
Dalam
dua hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat seorang muslim
menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya sesama muslim lainnya, yaitu
belajar Al-Qur`an dan mengajarkan Al-Qur`an.
Tentu, baik belajar ataupun mengajar yang dapat membuat seseorang
menjadi yang terbaik di sini, tidak bisa lepas dari keutamaan Al-Qur`an itu
sendiri. Bahkan Al Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman
126-127 berkata: Maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada
orang lain” adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan
meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan
orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri
mereka dan yang menular kepada orang lain.[28]
Artinya:
Dari Ibnu Abbas
r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Ajarilah olehmu dan mudahkanlah, jangan
mempersulit, dan gembirakanlah jangan membuat mereka lari, dan apabila seorang
di antara kamu marah maka diamlah (H.R. Ahmad dan Bukhari).
Artinya:
“Jangan engkau berlaku kejam/bengis, karena
sesungguhnya guru itu lebih baik daripada orang yang bengis”. (H.R. Baihaqi)
PEMAHAMAN
TEKS HADITS
Perintah Nabi di atas memberikan pelajaran kepada para pendidikan bahwa
di dalam melaksanakan tugas pendidikan para guru/pendidik dituntut untuk
menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan, berupaya membuat peserta
untuk merasa betah dan senang tinggal di sekolah bersamanya, dan bukan
sebaliknya justru memberikan kesan seram agar
para siswa takut dan segan kepadanya, karena sikap demikian justru akan
membuat siswa tidak betah tinggal di sekolah dan sekaligus akan sulit untuk
bisa mencintai para guru beserta semua ilmu ataupun pendidikan yang diberikan
kepada mereka. Sebagai pemimpin dan sekaligus pelayan bagi peserta didiknya, guru yang
baik akan berlaku adil dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
peserta didiknya, karena di samping sikap yang demikian akan mendapatkan
perlindungan dari Allah pada hari di mana tidak ada perlindungan selain dari
Allah.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian tanggung jawab adalah keadaan
wajib menanggung segala sesuatunya. Jadi segala perbuatan yang dilakukan harus
diperhitungkan dan memiliki dampak, baik itu positif maupun negatif.
Pengertian pendidik adalah
orang yang memikul tanggung jawab mendidik. Pengertian ini memberikan kesan
bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.
Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang
yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik.
Adapun yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan anak adalah;
1. Orang tua dan keluarga
Orang tua/ Keluarga meruapakan orang yang pertama dan utama yang
bertanggung jawab bagi anaknya. Oleh sebab itu, anak akan meniru contoh
perilaku orang tua. Secara kodrat, orang tua bertanggung jawab penuh atas
anaknya, baik dalam pendidikan dan dalam kebutuhan kehidupan.
2. Guru
Guru merupakan orang kedua yang bertanggung jawab atas pendidikan
anak didiknya. Begitu juga halnya lembaga pendidikan yang notabenya sebagai
tempat anak didik belajar mulai dari masuk lembaga pendidikan hingga keluar
dari lembaga pendidikan itu.
3. Masyarakat
Masyarakat merupakan evaluator pendidikan yang bisa langsung
menilai dari hasil belajar anak didik dan bisa mengarah pendidikan yang akan
ditempuh anak sebagai anggota masyarakat. Sedangkan pemerintah bertanggung
jawab terlaksananya pendidikan dalam sebuah negara atau bangsa
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah Ulwan, Tarbiyah
Al’ Aulad Fi Al-Islam,Terjm. Ismail Ya’qub (Semarang: Faizan, 1979),
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002), Cet-3,
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran
Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Cet-1,
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,(jakarta: Gaya
Media Utama,2005)
Ahmad
Falah, Hadits Tarbawi, (Kudus: Nora
Media Enterprise, 2010),
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam
, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1,
Asma Hasan Fahmi, Sejarah
dan Filsafat Pendidikan Islam ( terjemahan tentang “Al –Tarbiyah al
–Islamiyah” (Jakarta: Bulan Bintang,1979),
Faiz Almaz, Muhammad.. 1001 Hadis Terpilih. Jakarta: Gema
Insani Press. 1991,
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan;
Umum Dan Agama Islam, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2005),
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999),
Muhaimin,
Kontroversi Pemikiran Fazlur
Rahman, (Cirebon:
Pustaka Dinamika,1999), Cet-1,
hlm. 113-114
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002),
Samsul Nizar, filsafat pendidikan Islam, (jakarta
pres, 20020,
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), Cet-2,
Suryo Subroto, Beberapa
Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Ibna Aksara, 1983),
W.J.S. Poerwadarminta, kamus umum bahasa Indonesia, jakarta:
Balai pustaka, 1991
Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008),
[1] Ahmad
Falah, Hadits Tarbawi, (Kudus: Nora
Media Enterprise, 2010), hal. 12
[8]
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran
Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Cet-1, hal. 64.
[11] https://news.okezone.com/read/2015/12/12/65/1266019/mendikbud-pendidikan-adalah-tanggung-jawab-bersama
[16]
Muhaimin, Kontroversi
Pemikiran Fazlur
Rahman, (Cirebon:
Pustaka Dinamika,1999), Cet-1,
hal. 113-114
[17] Hasbullah,
Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum Dan Agama Islam, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2005),
hal. 55
[19] Abdurrahman
An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah,
Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet-3, hal.
176-177.
[23]
Faiz Almaz, Muhammad. 1001 Hadis Terpilih. ,………………, hal. 69
No comments:
Post a Comment