Sunday, February 4, 2018

Makalah Hadits Tematik : TANGGUNG JAWAB PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS (Definisi, Kajian Historis dan Pemahaman Teks Hadits)


MAKALAH
TANGGUNG JAWAB PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS
(Definisi, Kajian Historis dan Pemahaman Teks Hadits)

Tugas Mata Kuliah
HADITS TEMATIK

Dosen Pengampu:
Dr. Nasrullah, M.Ag


 




                                              







DISUSUN OLEH :

NIM : 2017530425





PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tugas dan tanggung jawab mendidik anak manusia pada dasarnya ada pada orang tuanya, namun karena beberapa keterbatasan yang dimiliki orang tua, maka tugas ini kemudian diamanatkan kepada pendidik/guru di sekolah (madrasah), masjid, mushalla, dan lembaga pendidikan lainnya.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:
 



Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi” (H.R Bukhari)[1]

Oleh karena itu, hubungan antara pendidik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat adalah sangat terkait dalam rangka mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak didik menuju perkembangan yang optimal. Ketiganya mempunyai tanggung jawab yang sama besar dan implikasi moral yang sangat strategis dalam mewarnai karakter peserta didik.
Dalam makalah ini, penulis hendak memaparkan mengenai tanggung jawab pendidik dalam perspektif hadits (Definisi, Kajian Historis dan Pemahaman Teks Hadits).

B.     Rumusan Masalah
1.         Apakah pengertian dari tanggung jawab ?
2.         Apakah pengertian dari pendidik ?
3.         Apakah pengertian tanggung jawab pendidik di dalam islam?
4.         Bagaimanakah tanggung jawab pendidikan dalam kajian historis?
5.         Bagaimana pemahaman teks hadits tentang tanggung jawab pendidik?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  DEFINISI TANGGUNG JAWAB PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF HADITS

1.      PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab menurut W.J.S Poerwadarminta adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya artinya jika ada suatu hal boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya.[2] Tanggung ini pula memiliki arti yang lebih jauh bila memakai imbuhan bertanggung jawab dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan “ suatu sikap seseorang yang secara sadar dan berani mau mengakui apa yang dilakukan, kemudian ia berani memikul segala resikonya”.[3]
2.      PENGERTIAN PENDIDIK
Pendidik yang merupakan berasal dari kata didik, mendidik, memelihara dan memberi latihan (ajaran) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.[4] Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator, trainer dan lain sebagainya. Sedangkan Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[5]
Dikutip dari Abudin Nata, pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan dimana saja. Pendidik dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan lain sebagainya.[6]
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa pendidik dalam pandangan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani maupun rohani peserta didik agar mencapai kedewasaan, sehingga ia mampu menjalankan tugas-tugasnya sebagai manusia yang sesuai dengan ajaran islam.
Dari dua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tanggung jawab pendidik adalah kewajiban menanggung memelihara dan memberi latihan berupa pengajaran mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Dan sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwasanya diantara karakter seorang pendidik adalah memiliki sifat tanggung jawab.

B.     KAJIAN HISTORIS TENTANG TANGGUNG JAWAB PENDIDIK
Menurut Ahmad D. Marimba (1989) pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab untuk mendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab terhadap pendidikan anak didik. Abuddin Nata (1997) menyebutkan, pendidik secara fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman dan sebagainya. Secara singkat Ahmad Tafsir (1994) mengatakan, pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik.[7]
Dalam pandangan Al-Ghazali, seorang pendidik merupakan orang tua; pewaris para Nabi; pembimbing; figur sentral; motivator (pendorong); orang yang semestinya memahami tingkat kognisi (intelektual) peserta didik, dan teladan bagi peserta didik. Al-Ghazali menganggap bahwa mendidik adalah pekerjaan yang paling  mulia.  Ia berkata bahwa seorang yang  berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, dialah yang dinamakan orang besar di bawah kolong langit ini. Ia bagai matahari yang mencahayai orang lain, sedang ia sendiripun bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain, ia sendiripun harum.[8] 
Lebih jauh lagi, Al-Ghazali mendefinisikan pendidik sebagai orang yang bertugas menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.[9]
Pendidik dalam penyelenggaraan pendidikan Islam pada hakikatnya adalah  mereka  yang  melaksanakan  tugas  dan  tanggung  jawab  mendidik. Dalam Islam, pengertian mendidik tidak hanya dibatasi pada terjadinya interaksi pendidikan dan pengajaran antara guru dan peserta didik di muka kelas, tetapi mengajak, mendorong dan membimbing orang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran Islam merupakan bagian dari aktivitas pendidikan   Islam.[10]
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat pahami bahwa pendidik dalam perspektif  pendidikan Islam ialah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaanya, baik sebagai khalifah maupun abd sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Oleh karna itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang-orang yang bertugas di sekolah, tetapi keluarga dan masyarakatpun ikut berkiprah. Secara umum mendidik ialah membantu anak-anak didik di dalam perkembangan dari daya-daya dan di dalam penetapan nilai-nilai. Bantuan dan bimbingan itu dilakukan dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik dalam situasi pendidikan yang terdapat dalam lingkungan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.
Menurut Mendikbud Anies Baswedan, Pendidikan memang tanggungjawab negara secara konstitusional. Tapi secara moral adalah tanggung jawab kita dan interaksi antarpelaku pendidikan sangatlah penting. Dan pelaku pendidikan ini tidak hanya mereka yang berasal dari rumah dan sekolah, tapi juga dari masyarakat.[11]


1.   Orang tua sebagai pendidik
Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Orang tua itu memegang peranan penting dalam pendidikan anak-anaknya. Sejak anak dalam kandungan, setelah lahir hingga dewasa, masih perlu kita bimbing.[12] Disinilah peran orang tua sebagai sekolah pertama bagi anaknya dan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Dan karena orang tua, sifat dan kepribadian anak itu terbentuk. Hal ini juga disampaikan Nabi saw, dalam haditsnya;



Artinya: “Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi”(H.R Bukhari).[13]

Hadits di atas menunjukkan bahwa orang tua wajib bertanggung jawab atas segalanya dari kelangsungan hidup anak-anak mereka. Karenanya tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar terpikul pada orang tua. Untuk itu, pelaksana pendidikan terhadap anak didik dapat dilakukan sejak anak masih dalam kandungan. Beberapa aspek yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua dalam rangka pengembangan fitrah anak didik adalah  meliputi pendidikan  jasmani  atau  kesehatan,  pendidikan  akhlak atau moral, pendidikan intelektual (akal), pendidikan psikologikal dan emosi, pendidikan agama, dan pendidikan sosial.


2.   Guru sebagai Pendidik
Sekolah merupakan institusi kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan dan membentuk potensi intelektual atau pikiran anak  didik,  menjadi cerdas. Secara terprogram dan koordinatif,  materi pendidikan dipersiapkan untuk dilaksanakan secara metodis, sistematis, intensif, efektif, dan efesien menurut ruang dan waktu yang telah ditentukan. Jadi penyelenggaraan   pendidikan dilaksanakan menurut metode dan sistim yang jelas dan konkret.[14]
Pencerdasan tersebut dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan mengenai reading (membaca) writing (menulis) dan arithmatics (berhitung). Untuk itu, materi pendidikan diorganisasi dalam bentuk kurikulum, yang kandungan isinya meliputi masalah tentang kealaman, sosial-kemanusiaan, moral-keagamaan menurut perbandingan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Sosok yang ditugaskan untuk menjalankan seluruh perangkat sekolah tersebut demi pencapaian tujuan pendidikan pada seorang anak didik adalah guru.[15] Sebenarnya seorang pendidik bukanlah bertugas sebagai transfer of knowledge saja, tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah, fasilitator dan perencana. Oleh karna itu fungsi dan tugas pendidik setidaknya mencakup tiga hal: Pertama, sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan. Kedua, sebagai pendidik (educator) yang mengarahkan anak didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan tujuan Allah mencipatakannya. Ketiga, sebagai pemimpin (managerial) yang memimpin mengendalikan diri sendiri, anak didik dan masyarakat  terkait  upaya  pengerahan,  pengawasan,  pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program yang dilakukan.[16]

3.      Masyarakat sebagai Pendidik        
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lapangan pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini, telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah. Dengan demikian, pengaruh pendidikan di masyarakat tampaknya lebih luas.[17]
Dalam hal ini, masyarakat sebagai pendidik; maka seluruh masyarakat bertanggung jawab terhadap terhadap penanaman nilai kebaikan, untuk  kemudian  bisa  menumbuhkembangkan keadilan dalam seluruh aspek kehidupan sosial.[18] 
Adapun   peran   Masyarakat   terhadap   pendidikan   anak   adalah sebagai berikut:
1.      Mendirikan  dan  membiayai sekolah.

2.      Mengawasi pendidikan agar sekolah tetap membantu dan mendukung cita-cita dan kebutuhan masyarakat.

3.      Masyarakat ikut menyediakan tempat pendidikan.

4.      Masyarakat menyediakan berbagai sumber untuk sekolah. mengenai suatu masalah yang sedang dipelajari anak didik. seperti petani, dokter, polisi, dan lain-lain.

5.      Mendukung dan siap sedia menjadi partner yang mempermudah proses pendidikan yang ada di lingkungannya.[19]

C.  PEMAHAMAN TEKS HADITS TENTANG TANGGUNG JAWAB PENDIDIK

1.      HADITS TENTANG KEDUDUKAN PENDIDIK
 



Artinya : Sesungguhnya Para ulama  itu adalah pewaris para nabi.
(HR. Bukhari - Muslim)

PEMAHAMAN TEKS HADITS:
-          Dari beberapa hadis dapat dilihat bahwa Nabi Muhammad SAW juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia dan terhormat. Dia menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara makna ulama adalah orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi.[20]

-          Hadis di atas juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memberikan perhatian yang besar terhadap ”pendidik” sekaligus memberikan posisi terhormat kepadanya. Hal ini beralasan mengingat peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Kemudian ada pula hadits yang menjelaskan bahwa kedudukan orang ‘alim itu lebih unggul dibanding ‘abid. [21]
 







Artinya : Dari Abu Darda’ berkata, Rasulullah saw bersabda: “keutamaan seorang yang berilmu (pengajar) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) seperti keutamaan bulan purnama atas semua bintang”. Sesungguhnya ulama (orang berilmu) adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang sempurna. (H.R Tirmizi).
PEMAHAMAN TEKS HADITS

Derajat seorang pendidik lebih tinggi dari hamba. Rasul mentasybihkan (mengumpamakan) bahwa perbandingan kelebihan seorang ahli ilmu (pengajar) dengan ahli ibadah seperti dalam hadis petama, seperti bulan purnama atas semua bintang di langit. Bulan purnama walaupun satu tetapi begitu dinantikan karena mampu menerangi bumi, sedangkan ribuan bintang belum tentu mampu menerangi bumi seterang bulan.[22]





Artinya:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jika manusia mati, terputuslah semua amalnya kecuali tiga hal, yaitu: sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat (diamalkan/ diajarkan), dan anak saleh yang selalu mendo’akannya”. (H.R Muslim).

PEMAHAMAN TEKS HADITS:

Mengajar berarti berinfestasi untuk menabung pahala, karena hadis kedua menyebutkan ilmu yang bermanfaat (diajarkan) pahalanya tidak terputus walaupun telah meninggal.
 



Artinya:
Dari Abu Darda’ berkata: Rasulullah saw bersabda: “Akan ditimbang pada hari kiamat nanti, tinta ‘ulama (para pendidik) dengan darah syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama disbanding dengan darah syuhada”. (H.R. Ibnu Najar).

PEMAHAMAN TEKS HADITS
Jika ilmu yang diberikan seorang pendidik mendatangkan manfaat walaupun orang lain yang mengamalkan diaakan mendapat tambahan pahala atas ilmu yang member manfaat tersebut. Bahkan setiap yang digunakannya dalam mengajar akan ditimbang dengan darah para syuhada.[23]
2.      HADITS TENTANG ORANG TUA SEBAGAI PENDIDIK UTAMA

 






Artinya:
“Setiap bayi yang dilahirkan itu di atas suci (fitrah), kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi”(H.R Bukhari).[24]

PEMAHAMAN TEKS HADITS

            Setiap anak telah memiliki fitrah sejak ia dilahirkan atau suatu potensi yang telah ada di dalam dirinya, orang tuanyalah yang memiliki tanggung tawab untuk mendidik dan menjadikan anaknya seperti apa tergantung kepada kedua orang tuanya. Potensi anak itu sangat bersih bagaikan suatu kertas putih yang belum tercorat-coret oleh tinta. Sebagaimana yang dikatakan Imam Ghazali dalam kitabnya, Ihya ‘Ulumuddin, mengibaratkan anak sebagai permata indah (Jauhar) yang belum diukir, dibentuk dengan ke dalam suatu rupa. Permata itu merupakan amanat Allah yang dititipkan kepada para orangtua. Karena itu, menurut Al-Ghazali, orang tua harus memperhatikan fase-fase perkembangan anaknya dan memberikan pendidikan yang memadai sesuai dengan fase yang ada agar permata yang diamanatkan kepadanya dapat dibentuk rupa yang indah. Apalagi untuk zaman sekarang orangtua sangat berperan penting dalam mendidik anaknya, sebelum anaknya itu dimasukan ke sekolah atau anak itu melihat dunia luar yang sangat bebas. Karena dasar tempat pendidikan utama adalah rumah dan pendidiknya adalah semua orang-orang yang ada dalam rumah anak tersebut terutama orang tua (Ibu Bapaknya). Disinilah peran orang tua sangatlah penting bagi anak dalam segala hal kehidupan, termasuk dalam hal pendidikan bagi anaknya. Karena orang tua merupakan sekolah pertama bagi anaknya dan secara kodrati suasana dan strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Dan karena orang tua, sifat dan kepribadian anak itu terbentuk.[25]

3.      HADITS TENTANG TANGGUNG JAWAB PENDIDIK


Artinya:
“Setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinannya: maka seorang imam adalah  pemimpin dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinanya, seorang laki-laki adalah  pemimpin di dalam keluarganya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinanya,  perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya, pembantu adalah pemimpin/ penanggung  jawab terhadap harta tuanya dan dia bertanggung jawab atas kepimimpinanya, seorang anak adalah pemimpin terhadap harta ayahnya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinanya, maka setiap kamu adalah  pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.
PEMAHAMAN TEKS HADITS

Dari hadits dapat dipahami bahwa tanggung jawab merupakan kewajiban individu sebagai hamba Allah yang kepadanya dititipkan amanat untuk menjadi pemimpin atau penguasa, baik  pemimpin dirinya sendiri maupun pemimpin terhadap apa dan siapapun yang menjadi tanggung jawabnya. Tanggung jawab merupakan suatu kondisi wajib menanggung sesuatu sebagai akibat dari keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukan aapabila terjadi sesuatu dapat dipersalahkan, tanggung jawab juga dapat diartikan sebagai suatu kesediaan untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya terhadap tugas yang di amanatkan kepadanya, dengan kesediaan menerima segala konsekuensinya. Apabila kedua orang tua menjadi penanggung jawab utama pendidikan anak ketika dia diluar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan penaggung jawab utama pendidikan anak melalui proses pendidikan formal anak yang berlangsung di sekolah, karena tanggung  jawab merupakan konsekuensi logis dari sebuah amanat yang dipikulkan di atas pundak para guru dan pendidikan di lingkungan sekolahnya.[26]

 



Artinya:
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw bersabda:”Diantara kewajiban orang tua terhadap anaknya ada tiga, yaitu: memberinya nama yang baik jika lahir, mengajarkan kitab (al-Qur’ân) kepadanya jika telah mampu (mempelajarinya), dan menikahkannya jika telah dewasa”. (H.R. Hakim)
 





Artinya:
Dari Ibnu ‘Amr bin Ash, ia berkata: Rasulullah bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur 7 tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya” (H. R Abu Daud).
Dan Hadits yang lain yang Artinya:
“Rasulullah bersabda, didiklah anak-anak kalian atas 3 perkara; mencintai nabi, mencintai keluarga nabi, dan mencintai membaca Al-Qur’an”. (H.R. al- Tabrani)
PEMAHAMAN TEKS HADITS DI ATAS (1,2,3)

Anak adalah amanat dari Allah swt. Konsekuensinya bahwa amanat itu mesti dijaga. Salah satu bentuk menjaga dan memelihara anak sebagai amanat Allah adalah mendidiknya. Ironisnya, sekarang para orang tua menilai bahwa pendidikan anaknya adalah tanggungjawab guru di sekolah. Padahal pertemuan anak didik dengan pendidiknya di sekolah terbatas oleh waktu. Oleh karena itu dalam islam, orang tua tidak bisa berlepas tangan dari tanggung jawab mendidik anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama. Hal ini dicontohkan ketika anak dalam kandungan islam mengajarkan agar banyak membacakan surat Yusuf misalnya, atau ketika lahir diadzani dan diqomati. Bagaimana masa depan seorang anak akan terkait dengan pendidikan yang diberikan orang tuanya. Anak bisa menjadi orang yang saleh atau salah tergantung perhatian orang tua terhadap pendidikan yang diberikan kepada anaknya.

Realisasi orang tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anaknya adalah melalui cara mendidik anaknya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, yaitu:
1. Pendidikan tentang ibadah
2. Sejarah dan kecintaan terhadap Rasulullah
3. Pendidikan tentang akidah yang benar
4. Pendidikan tentang tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban
    dan menghargai hak orang lain.

Tentu bukan hanya sekedar itu, karena cakupan ilmu itu luas. Namun jika kita perhatikan, ketiga hadis tersebut bersentuhan langsung dengan kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya. Indikasinya, dalam hadis tesebut menyinggung-nyinggung kata Ø£َÙˆْلاَدَ atau َØ£َبَÙˆَاه  dan ketiga hadis tersebut nampaknya sudah mewakili tiga komponen jenis pendidikan, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik.[27]

HADITS TENTANG MENGAJAR


Artinya: “Sampaikanlah olehmu sekalian dariku meski hanya satu ayat (al-quran)”(HR. Bukhari)

PEMAHAMAN TEKS HADITS DI ATAS
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyampaikan perkara agama dari beliau, karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya agama bagi manusia dan jin (yang artinya), “Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah aku ridhai Islam sebagai agama bagimu” (QS. Al Maidah : 3). Tentang sabda beliau, “Sampaikan dariku walau hanya satu ayat”, Al Ma’afi An Nahrawani mengatakan, “Hal ini agar setiap orang yang mendengar suatu perkara dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersegera untuk menyampaikannya, meskipun hanya sedikit. Tujuannya agar nukilan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dapat segera tersambung dan tersampaikan seluruhnya.” Hal ini sebagaimana sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir”. Bentuk perintah dalam hadits ini menunjukkan hukum fardhu kifayah.
 


Artinya:
Sebaik – baik kalian adalah orang yang belajar Al-qur’an dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)

PEMAHAMAN TEKS HADITS
Dalam dua hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat seorang muslim menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya sesama muslim lainnya, yaitu belajar Al-Qur`an dan mengajarkan Al-Qur`an.  Tentu, baik belajar ataupun mengajar yang dapat membuat seseorang menjadi yang terbaik di sini, tidak bisa lepas dari keutamaan Al-Qur`an itu sendiri. Bahkan Al Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman 126-127 berkata: Maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain” adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain.[28]
4.      HADITS TENTANG SIKAP PENDIDIK[29]
 





Artinya:
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Ajarilah olehmu dan mudahkanlah, jangan mempersulit, dan gembirakanlah jangan membuat mereka lari, dan apabila seorang di antara kamu marah maka diamlah (H.R. Ahmad dan Bukhari).
 




Artinya:
“Jangan engkau berlaku kejam/bengis, karena sesungguhnya guru itu lebih baik daripada orang yang bengis”. (H.R. Baihaqi)
PEMAHAMAN TEKS HADITS

Perintah Nabi di atas memberikan pelajaran kepada para pendidikan bahwa di dalam melaksanakan tugas pendidikan para guru/pendidik dituntut untuk menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan, berupaya membuat peserta untuk merasa betah dan senang tinggal di sekolah bersamanya, dan bukan sebaliknya justru memberikan kesan seram agar  para siswa takut dan segan kepadanya, karena sikap demikian justru akan membuat siswa tidak betah tinggal di sekolah dan sekaligus akan sulit untuk bisa mencintai para guru beserta semua ilmu ataupun pendidikan yang diberikan kepada mereka. Sebagai pemimpin dan sekaligus pelayan bagi peserta didiknya, guru yang baik akan berlaku adil dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada peserta didiknya, karena di samping sikap yang demikian akan mendapatkan perlindungan dari Allah pada hari di mana tidak ada perlindungan selain dari Allah.

                              








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Jadi segala perbuatan yang dilakukan harus diperhitungkan dan memiliki dampak, baik itu positif maupun negatif.
Pengertian pendidik adalah orang yang memikul tanggung jawab mendidik. Pengertian ini memberikan kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik.
Adapun yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah;
1.      Orang tua dan keluarga
Orang tua/ Keluarga meruapakan orang yang pertama dan utama yang bertanggung jawab bagi anaknya. Oleh sebab itu, anak akan meniru contoh perilaku orang tua. Secara kodrat, orang tua bertanggung jawab penuh atas anaknya, baik dalam pendidikan dan dalam kebutuhan kehidupan.

2.      Guru
Guru merupakan orang kedua yang bertanggung jawab atas pendidikan anak didiknya. Begitu juga halnya lembaga pendidikan yang notabenya sebagai tempat anak didik belajar mulai dari masuk lembaga pendidikan hingga keluar dari lembaga pendidikan itu.

3.      Masyarakat
Masyarakat merupakan evaluator pendidikan yang bisa langsung menilai dari hasil belajar anak didik dan bisa mengarah pendidikan yang akan ditempuh anak sebagai anggota masyarakat. Sedangkan pemerintah bertanggung jawab terlaksananya pendidikan dalam sebuah negara atau bangsa


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ulwan, Tarbiyah Al’ Aulad Fi Al-Islam,Terjm. Ismail Ya’qub  (Semarang: Faizan, 1979),

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet-3,

Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Cet-1,

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,(jakarta: Gaya Media Utama,2005)

Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi,  (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010),

Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1,

Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam ( terjemahan tentang “Al –Tarbiyah al –Islamiyah” (Jakarta: Bulan Bintang,1979),

Faiz Almaz, Muhammad.. 1001 Hadis Terpilih. Jakarta: Gema Insani Press. 1991,

Hasbullah,  Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum Dan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005),

Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),


Muhaimin,  Kontroversi  Pemikiran  Fazlur  Rahman,  (Cirebon:  Pustaka  Dinamika,1999), Cet-1, hlm. 113-114  

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002),

Samsul Nizar, filsafat pendidikan Islam, (jakarta pres, 20020,

Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), Cet-2,

Suryo Subroto, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta: Ibna Aksara, 1983),

W.J.S. Poerwadarminta, kamus umum bahasa Indonesia, jakarta: Balai pustaka, 1991

Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),






[1] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi,  (Kudus: Nora Media Enterprise, 2010),  hal. 12
[2] W.J.S. Poerwadarminta, kamus umum bahasa Indonesia, jakarta: Balai pustaka, 1991, hal. 12
[3] Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999),  hal.88.
[4] W.J.S. Poerwadarminta, kamus umum bahasa Indonesia, …………….hal. 291
[5] Samsul Nizar, filsafat pendidikan Islam, (jakarta pres, 20020,hal.  41
[6]  Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,(jakarta: Gaya Media Utama,2005) hal. 123.
[7] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam , (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), Cet-1, hal.30.  
[8] Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Cet-1, hal. 64.
[10] Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam.,………….  hal. 32
[11] https://news.okezone.com/read/2015/12/12/65/1266019/mendikbud-pendidikan-adalah-tanggung-jawab-bersama
[12] Zakiah Drajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),  hal. 34
[13] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi, ………………  hal. 12
[14] Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), Cet-2, hal.105
[15] Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan,…………………., hal. 106
[16] Muhaimin,  Kontroversi  Pemikiran  Fazlur  Rahman,  (Cirebon:  Pustaka  Dinamika,1999), Cet-1, hal. 113-114             
[17] Hasbullah,  Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan; Umum Dan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 55
[18] Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan,…………………. hal. 107
[19] Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), Cet-3, hal. 176-177.
[20] Faiz Almaz, Muhammad.. 1001 Hadis Terpilih. Jakarta: Gema Insani Press. 1991, hal. 67
[21] Faiz Almaz, Muhammad.. 1001 Hadis Terpilih………………...., h. 68
[22] Faiz Almaz, Muhammad.. 1001 Hadis Terpilih…………………., h. 69
[23] Faiz Almaz, Muhammad. 1001 Hadis Terpilih. ,………………, hal. 69
[24] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi, ………………  hal. 12
[25] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi,  ……………………,  hal. 16                              

[26] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi,…………………hal. 25

[27] Faiz Almaz, Muhammad. 1001 Hadis Terpilih. ,………………, hal.70
[28] https://mutiaraalhikmah.wordpress.com/artikel/keutamaan-belajar-dan-mengajarkan-al-quran/
[29] Ahmad Falah,  Hadits Tarbawi,………………………,hal. 42

No comments:

Post a Comment

Makalah QS At Tin

BAB I PENDAHULUAN 1.1.        Latar Belakang Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada nabi kita Muhammad.Saw se...