Sunday, February 4, 2018

Filsafat Ilmu : AKSIOLOGI ILMU

MAKALAH
AKSIOLOGI ILMU
(Pengertian, Tujuan & Fungsi Ilmu dan Etika Ilmu)

Tugas Mata Kuliah
FILSAFAT ILMU

Dosen Pengampu:
Dr. Danial, MA


 













DISUSUN OLEH :

NIM : 2017530425





PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari sejarah perkembangan filsafat ilmu, sehingga muncullah ilmuan yang digolongkan sebagai filosof dimana mereka menyakini adanya hubungan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat ilmu. Filsafat ilmu yang dimaksud di sini adalah sistem kebenaran ilmu sebagai hasil dari berfikir radikal, sistematis dan universal. Oleh karena itu, Filsafat ilmu hadir sebagai upaya menata kembali peran dan fungsi Iptek sesuai dengan tujuannya, yakni memfokuskan diri terhadap kebahagian umat manusia.
Ilmu pengetahuan yang merupakan produk kegiatan berpikir manusia adalah wahana untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan jalan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya. Dengan kemajuan ilmulah manusia bisa merasakan kemudahan dalam hidupnya, seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat manusia? Dan memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi sehingga memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif yang menimbulkan malapetaka bagi umat manusia itu sendiri. Disinilah ilmu harus di letakkan proporsional dan memihak pada nilai- nilai kebaikan dan kemanusian. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.
Meskipun demikian, pada hakikatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan tetap didasarkan pada tiga masalah pokok, yakni; apa yang ingin diketahui, bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan, dan bagaimana nilai pengetahuan itu. Masalah yang terakhir ini, yaitu nilai ilmu pengetahuan ber-kenaan dengan aksiologi, yang mana nilai ilmu tidak lepas dari persoalan prilaku yang sesuai dengan moralitas.

          
BAB II
PEMBAHASAN

A.    AKSIOLOGI ILMU
1.      PENGERTIAN
Aksiologi merupakan bagian ketiga dari kajian filsafat setelah ontologi dan epistemologi. Jika dalam kajian ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang akan ditelaah dan pada kajian epistemologi berkaitan dengan bagaimana asal, sifat dan jenis pengetahuan, sedangkan aksiologi merupakan cabang filsafat yang memepertanyakan bagaimana manusia menggunakan dan memanfaatkan ilmunya.[[1]]
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. [[2]]
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.[[3]]
Berikut ini beberapa pengertian aksiologi menurut para ahli:
1.      Menurut Jujun S. Suriasumantri,
Aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[[4]]

2.      Menurut Wibisono,
Aksiologi adalah nilai-nilai sebagaitolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normati6e penelitiandan penggalian, serta penerapan ilmu.[[5]]

3.      Scheleer dan Langeveld, memberikan definisi aksiologi sebagai berikut:
Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.
Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.[[6]]
4.      Menurut Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas:
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.[[7]]

5.      Kattsoff,
Mendefenisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.[[8]]
Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Aksiologi merupakan bagian filsafat yang mempersoalkan penilaian, terutama berhubungan dengan masalah atau teori umum formal mengenai nilai.[[9]]

7.      Menurut Bramel,
Aksiologi terbagi tiga bagian :[[10]]

1.      Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin  ilmu khusus yaitu “ilmu etika” atau nilai etika.

2.      Esthetic expression,yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan atau nilai seni.

3.      Socio-political live, yaitu kehidupan social politik, yang akan melahirkan melahirkan konsep Sosio Politik atau nilai-nilai sosial dan politik.
                                                                                                          
8.      Menurut John Sinclair,
Dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu system seperti politik, social dan agama.
Sedangkan menurut  Richard bender suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan kepuasan batin dan memiliki nilai manfaat pada kehidupan.[[11]]

9.      Menurut Surajiyo, aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.[[12]]

10.  Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation, yaitu:[[13]]
1.      Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda abstrak.
Dalam pengertian yang sempit seperti: baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.

2.      Kata “nilai” digunakan sebagai kata benda kongkrit.
Misalnya, ketika kita berkata sebuah “nilai” atau nilai-nilai. Pada bentuk ini, ia seringkali dipakai untuk merujuk pada sesuatu yang bernilai, seperti ungkapan “nilai dia berapa? atau sebuah sistem nilai. Untuk itu, ia berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau tidak bernilai. 

3.      Kata “nilai” digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai.
Pada bentuk ini, nilai sinonim dengan kata “evaluasi” pada saat hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai. 

Adapun problem utama aksiologi menurut Runes berkaitan dengan:[[14]]
1.      Kodrat nilai berupa problem mengenai apakah nilai itu berasal dari keinginan, kesenangan, kepentingan, keinginan rasio murni.

2.      Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan antara nilai intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental (baik barang-barang ekonomi atau peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai intrinsik.

3.      Kriteria nilai (ukuran nilai yang di butuhkan).

Situasi nilai juga meliputi empat hal, yaitu:
1.      Segi pragmatis yang merupakan suatu subyek yang memberi nilai.
2.      Segi semantis yang merupakan suatu obyek yang diberi nilai.
3.      Suatu perbuatan penilaian.
4.      Nilai ditambah perbuatan penilaian.[[15]]

Jadi, aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki nilai. Jika epistemology menyelidiki bertujuan untuk mendapatkan kebenaran secara teoritis-rasional, maka aksiologi lebih menekankan pada masalah kebaikan, dan estetika terkait erat dengan masalah keindahan.[[16]]
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana manusia menggunakan ilmutersebut. Jadi hakikat yang ingin dicapai aksiologi adalah hakikat dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan.
Jadi objek kajian aksiologi adalah menyangkutmasalah nilai kegunaan ilmu karena ilmu dalam konteks filsafat tidak bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu,ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral sehingga nilai kegunaan ilmu itu dapat dirasakan oleh masyarakat.
            Secara historis, istilah yang lebih umum dipakai adalah etika (ethic) atau moral. Tetapi dewasa ini istilah aksiologi lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi biasa disebut sebagai the theory of falue atau teori nilai. Bagian darifilsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dansalah (right and wrong), serta tata cara dan tujuan (mean and end).
            Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilakuetis. Ia bertanya seperti apakah baik itu ? tatkala yang baik terindetifikasi,  makakemunkinan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya”. Demikianlahaksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan kosep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.[[17]]
Jadi, pertanyaan di wilayah aksiologi menyangkut, antara lain:
·    Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
·    Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
·    Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
·    Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional? (filsafat etika).




2.      OBJEK KAJIAN FILSAFAT AKSIOLOGI
Dalam aksiologis dibicarakan tentang kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia dan juga nilai-nilai yang harus dilembagakan pada setiap dominannya. Aksiologi pada dasarnya bersifat ide dan karena itu ia abstrak dan tidak dapat disentuh oleh panca indra. Yang dapat ditangkap dari aspek aksiologis adalah materi atau tingkah laku yang mengandung nilai. Karena itu nilai bukan soal benar atau salah karena ia tidak dapat diuji . Ukurannya sangat subjektif dan objek kajiannya adalah soal apakah suatu nilai dekehendaki atau tidak. Berbeda dengan fakta yang juga abstrak namun dapat diuji dan argumentasi rasional dapat memaksa orang untuk menerima kebenarannya. Pengukuran benar dan salah dari suatu fakta dapat dilakukan secara objektif dan empiris.[[18]]
Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat manusia. Persoalan utama yang mengedepan di sini adalah: ”Apa manfaat (untuk apa) ilmu bagi manusia?” (dalam psikologi, lihat juga ”The New Science of Axiological Psychology” oleh Leon Pomeory). Dalam konteks ini, dapat ditambahkan pertanyaan: ”Sejauh mana pengetahuan ilmiah dapat digunakan?”.
Dalam hal ini, persoalannya bukan lagi kebenaran, melainkan kebaikan. Secara epistemologis, persoalan ini berada di luar batas pengetahuan sains. Menurut Bertens, pertanyaan ini menyangkut etika: ”Apakah yang bisa dilakukan berkat perkembangan ilmu pengetahuan, pada kenyataannya boleh dipraktikkan juga?”. Pertanyaan aksiologis ini bukan merupakan pertanyaan yang dijawab oleh ilmu itu sendiri, melainkan harus dijawab oleh manusia di balik ilmu itu. Jawabnya adalah bahwa pengetahuan ilmiah harus dibatasi penggunaannya, yakni sejauh ditentukan oleh kesadaran moral manusia. Namun, jadi, sejauh mana hak kebebasan untuk meneliti? Hal ini merupakan permasalahan yang pelik.[[19]]
Dengan demikian dalam filsafat aksiologis pembicaraan utama terkait erat dengan kaitan ilmu dan moral. Hal ini telah lama menjadi bahan pembahasan para pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, dan pemikira lainnya. Pertanyaan umum yang sering muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah : apakah itu itu bebas dari sistem nilai ? Ataukah sebaliknya, apakah itu itu terikat pada sistem nilai?.[[20]]
Ternyata pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban yang sama dari para ilmuwan. Ada dua kelompok ilmuwan yang masing-masing punya pendirian terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama menghendai ilmu harus bersifat netral terhadap sistem nilai. Menurut mereka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya dipergunakan untuk apa, terserah pada yang menggunakannya, ilmuwan tidak ikut campur. Kelompok kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral.[[21]]

B.     TUJUAN DAN FUNGSI ILMU
Adanya ilmu berawal dari manusia.Ilmu dimulai dari aktivitas yang dilakukan  oleh manusia, sebab hanya manusia yang memiliki kemampuan rasional dalam melakukan aktivitas kognitif yang menyangkut pengetahuan dan selalu mengarah pada tujuan dan fungsi tertentu yang berkaitan dengan ilmu.
Tujuan dan fungsi tersebut bermacam-macam sesuai apa yang diharapkan oleh masing-masing ilmuwan. Tujuan dan fungsi itulah yang mendorong dan melatarbelakangi manusia atau para ilmuwan untuk melakukan penelitian.
Adapun tujuan dan fungsi ilmu antara lain:[[22]]
a.      Pengetahuan (knowledge)
b.      Kebenaran (truth)
c.       Pemahaman (understanding, comprehension, insight)
d.      Penjelasan (explanation)
e.       Peramalan (prediction)
f.       Pengendalian (control)
g.      Penerapan (application, invention, production).

a.      Pengetahuan (knowledge).
Ilmu bertujuan memberikan pengetahuan(knowledge), maksudnya adalah aktivitas yang dilakukan oleh para ilmuwan yang melakukan penelitian tertentu menggunakan ilmu untuk mencapai suatu tujuan akhir yang menghsilkan sebuah pengetahuan yang terbukti dan teruji keabsahannnya.

b.      Kebenaran (truth).
Ilmu bertujuan memberikan  kebenaran (truth). Dari penjelasan sebelumnya kita sudah dapat mengetahui bahwa dari aktivitas penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dapat menghasilkan  suatu ilmu yang terbukti kebenarannya karena sudah melalui tahap-tahap metode ilmiah dan teruji kebenarannya.

c.       Pemahaman (understanding, comprehension, insight).
Ilmu bertujuan memberikan pemahaman. Ilmu dapat memberikan pemahaman bagi yang mempelajarinya, dari yang sebelumnya tidak paham menjadi paham dan mengerti.
Dari pendapat-pendapat ilmuwan tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa ilmu bertujuan memberikna pemahaman terhadap sebab-sebab dan kaidah-kaidah mengenai proses-proses alamiah yang ada di dunia ini.

d.      Penjelasan (explanation).
Ilmu dapat menjabarkan secara jelas dan gamblang hal yang dikaji secara mendalam sehingga dari sebuah pengetahuan baru tersebut yang kemudian diperoleh penjelasan yang menjelaskan tentang hal-hal yang sedang diselidiki.

e.       Peramalan (prediction).
Ilmu dapat membuat penjelasan- penjelasan yang meramalkan mengenai fenomena sebagai suatu latar belakang yang memungkinkan. Dari hipotesis atau kaidah yang ada kita dapat membuat ramalan atau tafsiran yang kemudian akan menghasilkan tindakan-tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

f.       Pengendalian (control).
Dengan ilmu kita dapat mengendalikan alam setelah kita memahami alam secara mendalam.

g.      Penerapan (application, invention, production).
Ilmu merupakan aktivitas manusia yang sifatnya rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis yang kemudian diteruskan dengan penerapannya. Hubungan antara ilmu dengan penerapannya dapat dilihat dari berbagai teknologi yang ada sekarang ini.



C.    ETIKA ILMU
1.      PENGERTIAN ETIKA
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384 – 322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, jika kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.[[23]]
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953) “etika” dijelaskan sebagai: “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), di situ “etika” dijelaskan dengan membedakan tiga arti: “1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asa atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat”.[[24]]
Secara terminologi etika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas tentang tinkah laku manusia atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik dan buruk, yang dapat dinilai baik buruknya adalah sikap manusia yang menyangkut dengan perbuatan, tingkah laku, gerak-gerik, kata-kata dan sebagainya.[2]
Etika merupakan pemikiran manusia yang tercakup dalam sebuah perangkat penilaian manusia dalam menghadapi lingkungannya. Kedudukan etika dalam kebudayaan menjadi modal penting dalam pengembangan wawasan  pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu etika di dalam kajian filsafat merupakan cabang dari aksiologi yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari hakikat nilai. Salah satu bagian yang  merupakan penjelasan-penjelasan dalam filsafat yang membicarakan masalah predikat baik (good) dan buruk (bad) dalam arti susila (moral) dan asusila (immoral). Predikat-predikat tersebut tidak akan mempunyai makna apapun (meaningless) bila tidak terwujud dalam tindakan manusia di alam empiris.[[25]]
Predikat-predikat di atas pada bentuk kualitasnya akan mengacu pada satu sisi dari dua sisi yang saling beroposisi, yakni pada sisi baik atau susila. Apabila seseorang menganntarkan simbol pada bentuk atribut yang sesuai dengan pendapat dan aturan umum maka dapat dikatakan bahwa tindakan tersebut bersusila, baik dan juga etis. Sehingga pada sisi baik dan bersusila disebut etika. Sebaliknya orang yang tidak sesuai dengan kebiasaan umum komunitasnya maka disebut sebagai tidak baik, tidak bersusila, tidak etis dan dianggap melanggar etika.[[26]
Ada 3 klasifikasi penyelidikan tingkah laku moral, yaitu:

1.      ETIKA DESKRIPTIF Kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan

2.      ETIKA NORMATIF sudah memberikan penilaian yang baik dan buruk, yang harus dikerjakan dan yang tidak.

3.      METAETIKA Bergerak pada taraf lebih tinggi yaitu Bahasa yang digunakan di bidang moral.
Di dalam buku Pengantar Filsafat yang disusun oleh Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya disebutkan bahwa ada banyak sekali aliran penting dalam etika, diantaranya:
1.      Aliran Naturalisme,
Kebahagiaan manusia itu diperoleh dengan menurutkan panggilan natural (fitrah) kejadian manusia itu sendiri.

2.      Hedonisme,
Perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan hedone (kenikmatan dan kelezatan).

3.      Utilitarisme,
Menilai baik dan buruknya perbuatan manusia itu ditinjau dari besar dan kecilnya manfaat atau kegunaan bagi manusia (utility).
4.      Idealisme,
Seseorang berbuat baik atas dasar kemauan dan kewajiban atas dasar nurani manusia.

5.      Vitalisme,
Menilai baik-buruknya perbuatan manusia itu sebagai ukuran ada atau tidak adanya daya hidup (vital) yang maksimum mengendalikan perbuatan itu.

6.      Theologisme,
Menilai ukuran baik buruk didasarkan atas dasar ajaran Tuhan.
2.      PENGERTIAN ILMU
Kata “ilmu” secara etimologi berarti tahu atau pengetahuan. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab (‘Alima-Ya’lamu), dan science dari bahasa Latin Scio, scrie artinya to know. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah epitisteme.
Sedangkan secara terminologi ilmu atau science adalah semacam pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri, tanda-tanda dan syarat-syarat tertentu. Menurut ensiklopedia pengertian ilmu adalah “Ilmu pengetahuan yaitu suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai suatu lapangan pengetahuan tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing didapatkan sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi)[[27]]”.
Dari berbagai definisi diatas kiranya dapat dipahami bahwa ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang kemudian dihubungkan berdasarkan pemikiran yang cermat dan teliti kemudian dapat dipertanggung jawabkan dengan berdasarkan metode dan akan terus di kembangkan oleh para ahlinya sehingga tertuju pada titik kesempurnaan.
3.      HUBUNGAN ETIKA DAN ILMU
Sebelum proses penyempurnaan atau pengembangan ilmu inilah para ahli harus menggunakan etika sebagai alat pertimbangan baik-buruk efek dari ilmu yang akan dikembangkan. Karena tidak semua ilmu yang dikembangkan akan di dipergunakan dengan baik oleh manusia.
Dalam hal ini berarti bahwa para ahli atau para ilmuan dalam mengembangkan ilmu harus memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, betanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan regenerasi, dan bersifat universal, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan yang berkemungkinan besar akan terjadi. Karena pada dasarnya suatu ilmu diciptakan oleh para ahli atau ilmuan untuk membantu perkembangan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menhancurkan manusia.
Tanggung jawab ilmu menyangkut juga tanggung jawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu di masa-masa lalu, sekarang maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan bebas manusia dalam kegitannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntup tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.
Hubungan antara ilmu dengan etika (moral) oleh Jujun S. dikaji secara hati-hati dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Jujun S mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:[[28]]
1.      Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

2.      Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.

3.      Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek penelaahannya (objek ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, dan tidak mencampuri masalah kehidupan.

4.      Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metode keilmuan yang berporoskan proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan argumentasi.

5.      Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan / kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

1.        Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai – nilai khususnya etika. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik – baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan.

2.        Adapun tujuan dan fungsi ilmu antara lain:

a. Pengetahuan (knowledge)
b. Kebenaran (truth)
c. Pemahaman (understanding, comprehension, insight)
d. Penjelasan (explanation)
e. Peramalan (prediction)
f. Pengendalian (control)
g. Penerapan (application, invention, production).

3.        Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir dan adat kebiasaan.

Secara terminologi etika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas tentang tinkah laku manusia atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik dan buruk, yang dapat dinilai baik buruknya adalah sikap manusia yang menyangkut dengan perbuatan, tingkah laku, gerak-gerik, kata-kata dan sebagainya

Ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang kemudian dihubungkan berdasarkan pemikiran yang cermat dan teliti kemudian dapat dipertanggungjawabkan dengan berdasarkan metode dan akan terus di kembangkan oleh para ahlinya sehingga tertuju pada titik kesempurnaan.

Hubungan etika dan ilmu berarti juga penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006).
Ali Abri , MA, Filsafat Umum suatu Pengantar. Untuk kalangan sendiri
Amsal, Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers. 2009,
De Vos, Pengantar Etika, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2002), hal. 23. Baca juga dalam John Llewelyn, Emmanuel Levinas: The Genealogy of Ethics, (New York: Routledge, 1995),

http://ryneezone.blogspot.co.id/2011/04/7-tujuan-ilmu-dan-contohnya.html
http://yahya29.heck.in/makalah-pengertian-ilmu.xhtml
Irmayanti M. Budianto, Filsafat dan Metodologi Ilmu Pengetahuan; Refleksi Kritis Atas Kerja Ilmiah,(Depok: Fakultas Sastra UI, 2001).

Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer.(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1990),

K. Bertens, Etika (Jakarta: PT Gramedia, 1993),
Louis O.Kattsof. Pengantar filsafat. Alih bahasa soejono soemargono .Yogyakarta : Tiara Wacana .1996,

Magnis-Suseno, F. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995).

Rizal Mustansyir Dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978 )
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara. 2007),

Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung, Refika Aditama, 2007),

TIM. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Uyoh sadullah, pengantar filsafat pendidikan (Bandung : Alfabeta CV,2007),
Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008.




[1] Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Halaman 91
[2] Ahmad Tafsir, filsafat ilmu, (Bandung:Rosdakarya, 2006). 37-41.
[3] TIM. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hal. 19
[4] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer.(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1990), hal. 234
[5] Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara. 2007), hal. 152

[6] Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung, Refika Aditama, 2007), hal. 155-157

[7] Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, ……………. 91
[8] Irmayanti M. Budianto, Filsafat dan Metodologi Ilmu Pengetahuan; Refleksi Kritis Atas Kerja Ilmiah,( Depok: Fakultas Sastra UI, 2001). Hal 106

[9] Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat,…………………….), hal. 36

[10] Amsal, Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers. 2009, hal. 163
[11] Ali Abri , MA, FilsafatUmumsuatuPengantar .Untukkalangansendiri .Hal.33
[12] Surajiyo. FilsafatIlmudanPerkembangannya di Indonesia. Jakarta: BumiAksara. 2007, hal.152
[13] Amsal, Bakhtiar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali pers. 2009, hal. 164
[14] Rizal Mustansyir Dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu…… Hal 27
[16] Louis O.Kattsof. pengantar filsafat. Alih bahasa soejono soemargono .Yogyakarta : Tiara Wacana .1996, hal.327
[17] Uyoh sadullah, pengantar filsafat pendidikan (Bandung : Alfabeta CV,2007), hal. 36
[18] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978 ) hal. 471-472
[19] Magnis-Suseno, F.. Filsafat-kebudayaan-politik: Butir-butir pemikiran kritis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995).,hal.49
[20] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer…………………..,hal 2
[21] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer…………………..,hal 231
[22] http://ryneezone.blogspot.co.id/2011/04/7-tujuan-ilmu-dan-contohnya.html
[23] K. Bertens, Etika (Jakarta: PT Gramedia, 1993), hal. 4
[24] K. Bertens, Etik,……………………………….., hal. 5-6
[25] De Vos, Pengantar Etika, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2002), hal. 23. Baca juga dalam John Llewelyn, Emmanuel Levinas: The Genealogy of Ethics, (New York: Routledge, 1995), hal 25
[26] De Vos, Pengantar Etika, …… Hal 24
[27] http://yahya29.heck.in/makalah-pengertian-ilmu.xhtml
[28] Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu:Sebuah Pengantar Populer…………………..,hal 341

No comments:

Post a Comment

Makalah QS At Tin

BAB I PENDAHULUAN 1.1.        Latar Belakang Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan Allah kepada nabi kita Muhammad.Saw se...